Tuesday, November 27, 2012

Fenomena Air Versi Fisika

Fenomena Air Versi Fisika




Air memiliki kemampuan untuk membasuh, menenangkan dan memelihara. Di sisi lain, air juga memiliki kekuatan brutal seperti saat tsunami. Orang bijaksana China, Lao Tzu, sempat mengatakan, tak ada yang lebih lunak dan lebih lemah dari air namun tak ada yang lebih baik untuk menyerang benda keras dibanding air. Air mendominasi dua pertiga tubuh manusia dan menyelimuti tiga perempat Bumi yang membuatnya sangat misterius. Di sisi lain, air akan sangat mengejutkan Anda, bahkan mampu mementahkan pemahaman ilmiah.

Beku
Orang logis pasti menganggap butuh waktu lebih lama bagi air panas untuk mencapai suhu nol deraja celcius dan membeku dibanding air dingin. Anehnya pada 1963, siswa SMA Tanzanian Erasto Mpemba menemukan, air panas lebih cepat beku dibanding air dingin dan tak seorang pun mengetahui mengapa begitu. Salah satu kemungkinan yang ada adalah proses sirkulasi panas yang disebut konveksi. Dalam wadah air, ketika hangat naik ke atas mendorong air yang lebih dingin di bawahnya maka akan tercipta ‘hot pop’. Ilmuwan memperhitungkan, konveksi ini mampu mempercepat proses pendinginan dan segera mencapai titik beku.

Zat licin
Pemeriksaan ilmuwan satu setengah abad belum berhasil memecahkan mengapa permukaan es licin. Ilmuwan sepakat, lapisan tipis air cair di atas es beku menjadi penyebabnya. Hingga kini, tak ada konsensus mengapa es memiliki lapisan itu. Teori menduga, lapisan ini muncul akibat ski atau terpeleset sehingga terjadi kontak dengan es yang kemudian meleleh. Lainnya menduga, lapisan cair ini ada akibat gerak inheren molekul permukaan. Namun faktanya, hingga kini, misteri ini belum terpecahkan.

Aquanut
Di Bumi, air mendidih menciptakan ribuan gelembung kecil. Di luar angkasa, air mendidih menciptakan satu gelembung besar. Dinamika fluida ini sangat rumit hingga fisikawan tak mengetahui apa yang terjadi pada air mendidih pada kondisi bergravitasi nol hingga eksperimen dilakukan pada 1992. Fisikawan memutuskan, fenomena ini merupakan hasil ketiadaan dua fenomena yang disebabkan gravitasi, yakni konveksi dan daya pengapungan. Berikut videonya (http://www.youtube.com/watch?v=3GG9ApFyBms&feature=player_embedded)

Cairan melayang
Saat tetes air mendarat di permukaan yang lebih panas dari titik didih, air bisa bergerak cepat di permukaan jauh lebih lama dari dugaan. Efek yang disebut leidenfrost ini terjadi saat lapisan terbawah air menguap dan molekul gas air di lapisan itu tak punya tujuan. Akibatnya, sisa tetes air tak jatuh di permukaan panci panas. Berikut videonya (http://www.youtube.com/watch?v=RHhAgzIVHvo&feature=player_embedded).

Selaput gila
Terkadang, air tampak menolak hukum fisika. Kekuatan tensi permukaan yang membuat lapisan terluar badan air berlaku seperti selaput fleksibel. Tensi permukaan muncul akibat ikatan molekul air saling merenggang. Karenanya, molekul mengalami tarikan ke dalam dari molekul di bawahnya. Air akan menyatu hingga ada tenaga meruntuhkan ikatan lemah itu. Misalnya, pada klip kertas yang tetap berada di atas air meski besi lebih padat dari air dan seharusnya tenggelam, tensi permukaan mencegahnya.

Salju Mendidih
Saat terdapat gradien suhu besar, sebuah efek mengejutkan akan terjadi. Jika air mendidih bersuhu 100C disiram ke udara yang bersuhu -34C, maka air berubah menjadi salju dan terbang. Hal ini terjadi karena udara dingin ekstrim sangat padat dan tak siap merilis uap air. Di sisi lain, air mendidih siap merilis uap. Saat air dilempar ke udara, udara terpecah menjadi tetesan dan disinilah letak masalahnya. Banyaknya uap yang melebihi batas udara membuat ‘partisipan’ berubah menjadi partikel mikroskopik di udara dan menciptakan salju. Berikut videonya (http://www.youtube.com/watch?v=ZGjwe-BCfms&feature=player_embedded).

Ruang Kosong
Bentuk padat tiap zat pasti lebih padat dari bentuk cairnya namun hal ini tak berlaku bagi air. Saat air membeku, volumenya meningkat 8%. Perilaku aneh ini membuat bongkahan es bisa mengambang. Serupa benda solid lain, perbedaan yang ada adalah struktur heksagonal kristal es yang menyisakan banyak ruang kosong yang membuat es tak padat.

Tak Ada Duanya
Dalam sejarah salju, tiap struktur cantik ini sangat unik. Alasannya, kepingan salju berawal dari prisma heksagonal sederhana. Kepingan salju turun dipengaruhi suhu, tingkat kelembaban dan tekanan udara yang membuatnya tak pernah ada yang kembar. Menariknya, kepingan salju selalu tumbuh dengan sinkronisasi sempurna.

Asal Usul Air
Asal usul yang menyelimuti 70% permukaan Bumi masih menjadi misteri bagi ilmuwan. Menurut ilmuwan, air yang ada di Bumi 4,5 miliar tahun silam menguap akibat panasnya matahari muda. Artinya, air di Bumi saat ini bukan berasal dari Bumi itu sendiri. Terdapat teori, 4 miliar tahun silam di masa Late Heavy Bombardment, terdapat benda masif menghantam Bumi dan benda ini berisi air. Selain itu, terdapat teori komet menjadi ‘dalang’ pemberi air bagi planet hunian manusia ini. Kini muncul masalah baru, air yang ada menguap dari komet utama (Halley, Hyakutake, dan Hale-Bopp) memiliki jenis yang berbeda dari H2O Bumi yang menunjukkan, komet ini bisa jadi bukan sumber semua air yang ada.

Sumber : Berita Unik
"Misteri Medan Magnet di Gunung Kelud", Benarkah itu ?

Kendaraan bermotor yang melaju sendiri ketika melalui jalanan yang menurun adalah hal yang biasa. Tetapi bagaimana jika mobil yang dalam keadaan mesin tidak dihidupkan mampu menanjak sendiri. Itulah hal terjadi di daerah daerah tertentu di muka bumi ini. Para ahli memperkirakan hal ini terjadi kareana adanya daya magnet yang tinggi di tempat tersebut.

 
Tentunya salah satu yang menarik disini adalah apakah ada gaya tarik bumi atau magnet yang menarik mobil sehingga ada yang mengatakan dan menyatakan bahwa badan mobil dapat naik keatas tanpa mesin ? Gejala ini banyak yang diakui pernah diamati dibanyak tempat. Ada yang bilang ada di Arab, tapi saya belum pernah melihatnya. Juga ada yang ada di Gunung Kelud Jawa Timur yang bahkan hingga menarik minat MIPA Geofisika ITS untuk membuktikannya.

Saya tertarik dengan yang telah diteliti oleh Pak Seno (Dosen Geofisika) dan Pak Amin (Dosen Teknik Sipil) dari ITS, karena beliau berdua menyatakan misteri mobil berjalan naik di Gunung Kelud tidak terbukti adanya gaya magnet sehingga mobil berjalan keatas. Bahkan Pak Amien pernah menyatakan jalan itu justru miring 5% menurun sesuai arah pergerakan mobil. Pak Amien-pun menyatakan Jalan Misteri di Gunung Kelud Ternyata Hanya Ilusi

Fenomena jalan misteri Gunung Kelud pemah menjadi perhatian Prof. Yohanes Surya PhD, ketika diwawancarai Detikcom (29 Maret 2007). Profesor yang identik dengan Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) ini menjelaskannya dengan ilmu fisika. “Itu hanya ilusi mata saja,” katanya. Profesor Yohanes menjelaskan, jalur misteri itu jalan yang sebenarnya miring, tapi kemiringannya kecil sekali (sekitar 1 derajat hingga 5 derajat) sehingga tidak terlihat. “Bila kita berdiri di suatu jalan yang kemiringannya lebih besar, baru jalan itu akan kelihatan naik atau menanjak,” ujarnya.

Misteri ini pernah ditulis Profesor Yohanes di rubrik Fenomena majalah Intisari edisi Maret. Dia menjawab pertanyaan Ratna Juanita Setiawati yang menanyakan mysterious road di Jeju Island, Korea. Setiap benda yang diletakkan di atas jalan tersebut bisa bergerak maju, padahal jalan itu menanjak. Mulai dari botol minuman kosong sampai bus pariwisata sarat penumpang, semuanya bisa menanjak meski mesinnya tidak dinyalakan. Logikanya, tiap barang yang diletakkan di permukaan jalan yang menanjak akan meluncur turun, bukannya menanjak seperti di jalan itu.

Profesor Yohanes menjawab seperti penjelasan di atas. Ditambahkannya pula, padajalan yang yang cukup licin dengan kemiringan 5 derajat, mobil bisa dipercepat dengan 0,8 meter/detik. Artinya, tiap detik kecepatannya bertambah 2,9 km/jam. Ini cukup besar. Bayangkan, dalam 10 detik kecepatannya bisa mencapai 29 km/jam. “Jadi tidak heran kalau botol minuman dan bus pariwisata akan meluncur di jalur misterius itu walaupun mesin tidak dinyalakan,” ujar Profesor Yohanes.

Profesor Yohanes menampik dugaan adanya medan magnet di kawasan Gunung Kelud. “Kalau ada magnet, besi-besi akan tertarik semua. Dampaknya juga lebih luas, alat elektronik bisa rusak semua,” ujarnya.
 
:( “Lah ya uwis pakdhe, jelasnya saja gimana ? Jangan nambahin, Thole jadi penasaran gitu”  
 
Ilusi
ilusi_jalan_1.jpgKetika mobil berjalan pada tempat yang datar, maka yang dilihat oleh mata kita adalah pohon-pohon yang ada di kiri kanan jalan. Secara logika sederhana, dan sudah otomatis di otak bahwa pohon ini akan berdiri tegak ke atas. Begitu juga ketika jalanan menurun, maka pohon ini akan tetap terlihat tegak vertikal keatas.

Gambar disebelah ini memperlihatkan secara normal bahwa mobil dengan mesin menyala berjalan sesuai dengan arah dan pohon berdiri vertikal sebagai acuan mata untuk melihat mana atas dan bawah.
Bagaimana mungkin kita berilusi ketika berada dalam kendaraan (mobil) ?

Ketika jalan itu miring sedangkan pohon yang sering kita pergunakan sebagai “acuan vertikal” juga miring maka yang terjadi seperti dalam gambar disebelah ini. Klick gambarnya untuk memperbesar. Sebanrany amobil ini mundur sendiri ketika mesin dimatikan. Arah kemiringan jalan sebenarnya ke arah kanan (sebelah kanan rendah), namun pepohonan ini miring dengan arah yang berlawanan dengan kemiringan jalan. Sehingga pikiran kita “tertipu” oleh mata kita yang seolah-olah melihat kemiringan jalan kearah kiri. Logika kita menyatakan seperti gambar normal diatas.
ilusi_jalan_2.jpg
Ilusi mobil jalan naik.

Pada ruas-ruasa jalan tertentu gejala ini akan lebih mudah menipu mata kita apalagi kalau kita sedang pada sebuah tempat atau jalan panjang yang secara naik (menanjak) tetapi ada ruas kecil menurun seperti dibawah ini. ketika mobil pada posisi di ruas jalan yang menurun ini akan terasa seolah-olah mobil tetap menanjak karena kemiringan jalan sangat landai dan pepohonan menipu persepsi otak.

Sumber : Dongeng Geologi

Penemuan "Partikel Tuhan" Memicu Dilema

detail berita
Para ilmuwan telah mengumumkan penemuan sebuah partikel baru yang kemungkinan besar merupakan Higgs boson. Namun, penemuan ini juga memicu dilema bagi para juri untuk menentukan peraih Nobel Fisika.

Dilansir dari Phys, Senin (8/10/2012), terobosan yang dicapai di European Organisation for Nuclear Research (CERN) ini menyentuh petualangan para peneliti dalam menemukan partikel Tuhan, sesuatu yang ada dimanapun namun tetap sulit ditemukan.

Partikel tersebut dinamai menggunakan nama seorang fisikawan Inggris, Peter Higgs. Boson ini adalah kunci dari konsep materi karena bisa menjelaskan alasan partikel memiliki massa. Menurut teori tersebut, tanpa Higgs tidak akan ada jagad raya yang kita kenal ini.

Beberapa pengamat Nobel menjadi berhati-hati, pasalnya partikel baru tersebut belum dimutlakkan sebagai Higgs. Para ilmuwan sangat yakin itu adalah partikel yang mereka dambakan karena menemukan deret massa yang sesuai dengan perhitungan. Sementara itu, mereka masih perlu konfirmasi lebih lanjut mengenai bagaimana perilaku serta reaksinya dengan partikel lain.

Hal yang jadi pertanyaan adalah, sudah cukupkah pengumuman Juli tersebut bagi para juri Nobel, meskipun sifat Higgs dalam boson itu masih belum terkonfirmasi. Lalu para juri mesti menentukan, apakah para ahli teori, para eksperimentalis atau keduanya yang akan sampai di kejayaan.

Setidaknya ada tiga nama yang bisa berbagi nobel. Meskipun itu bisa termasuk organisasi, tapi penghargaan Nobel ini tidak bisa dianugerahkan secara anumerta.

Nobel akhirnyan akan menuju ke arah Higgs, "Tapi tidak tahun ini karena buktinya cenderung datang terlambat dan saat ini masih belum pasti bahwa partikel yang baru ditemukan itu sepenuhnya benar sebagai Higgs boson," prediksi profesor teori fisika di King's College London sekaligus peneliti ddi CERN, John Ellis.
 
Sumber : Okezone

Monday, November 26, 2012

Fluorescence, camera, action

Fluorescence, camera, action

Fluorescence responses can be analysed using digital photography instead of spectroscopy, say scientists in Germany. The technology could eventually be integrated into smart phones.
Uwe Bunz and his colleagues from the University of Heidelberg used digital photography to study the optical changes occurring when different pyridine-substituted cruciform (cross-conjugated) fluorophores (XF) were subjected to protonation. They protonated the nitrogen on the pyridine and observed the colour changes of the XFs in the presence of carboxylic acids.
Instrument set-up for taking photographs of emission colourInstrument set-up for taking photographs of emission colour
The team extracted data from the photographs by transforming the red, green and blue (RGB) values into numerical values, a process that helps define the colour and removes brightness information. ‘The method is quick and inexpensive, and large data quantities can be stored and acquired in seconds,’ says Bunz.
The RGB values from the photographs and spectral information from an emission spectrum were converted into the same standardised colour space for each sample. In doing so, the team were able to make comparisons and record the correct encoding of colour information for each XF. Accumulating a collection of numerical values for each fluorophore would result in a digital library of information.
‘Recent years have seen an increase in popularity in qualitative analysis of various species through the use of simple emission colour photography,’ says Ognjen Miljanic from the University of Houston, US. ‘It’s a fast and facile alternative to rigorous, but labour-intensive, spectroscopic titrations.’ He adds that ‘in this new seminal contribution, Bunz and co-workers have established the largely missing correlation between the photographically recorded colours and complete emission spectra. They present an eminently useful tutorial for future researchers in the field, pointing out that – with some caveats – simple photography can often match emission spectroscopy in its ability to identify unknown analytes.’
Future challenges for Bunz include making a ‘pocket fluorimeter’ with the technology. He believes that colour information could be extracted from fluorescent solutions using a mobile phone camera as the spectrometer, alongside an app that can analyse the complex data sets to identify the solutions.

Sumber : Physics Magazine

Terima kasih telah mengunjungi blog Khristi_W_Physics.